MUHAMMADIYAH SITUBONDO DAN DINAMIKA SOSIAL POLITIK
1. Masa Orde
Lama
Pada masa ini, aktifis Muhammadiyah sering mengalami gangguan dan teror, misalnya pada waktu mengadakan pengajian. Saat berangkat maupun pulang pengajian jamaah sering diganggu di jalan. Hal ini karena sebagian besar masyarakat Situbondo belum memahami apa Muhammadiyah itu sebenarnya, disamping sikap fanatik terhadap golongan tertentu dan cara berfikir yang tradisional. Tidak mau menerima paham baru yang berbeda dengan yang mereka jalani selama ini. Walaupun demikian aktifis Muhammadiyah Situbondo mampu mengendalikan diri dan tetap mengembangkan amaliahnya, baik dalam bidang sosial maupun pendidikan.
Bahwa gerakan Muhammadiyah pada era ini tetap eksis dan bahkan unggul di bidang pendidikan dan sosial budaya, terbukti jika ada even atau pagelaran lomba Pasukan Drum Band dari berbagai golongan di Situbondo, maka Pasukan Drum Band Muhammadiyah selalu mendapatkan juara.
Menjelang berakhirnya Orde Lama yang ditandai dengan peristiwa G.30 S/PKI, Muhammadiyah Situbondo dengan pasukan KOKAMnya yang dipimpin oleh M. Shaleh Hadiy memegang peranan penting dalam upaya memberantas PKI dan antek-anteknya.
2. Masa Orde Baru
Pada awal era ini kegiatan Persyarikatan dapat berjalan dengan baik dan tidak ada kenadala yang menghambat jalannya roda organisasi. Namun setelah diberlakukan monoloyalitas oleh pemerintah, maka mulai terasa adanya kepincangan jalannya persyarikatan. Hal ini karena adanya tekanan terhadap pimpinan dan anggota Muhammadiyah yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Semetara banyak pimpinan dan anggota Muhammadiyah Situbondo sebagai PNS.
Monoloyalitas artinya satu kesetiaan, yakni PNS tidak boleh memiliki loyalitas/kesetiaan selain kepada pemerintah atau bahkan kepada pimpinan di tempat dinas. Aktif di Muhammadiyah dimaknai memiliki loyalitas ganda. Namun kebijakan tersebut lambat laun mulai berkurang dan akhirnya memudar.
Ada lagi tantangan Muhammadiyah dan juga ormas lain yang bersifat ideologis dan berskala nasional yakni berlakunya Asas Tunggal Pancasila. Meskipun cukup menghebohkan akhirnya juga bisa di atasi dengan elegan dan Muhammadyah tetap eksis dan berkembang. Muhammadiyah tetap berkiprah untuk bangsa dan negara serta rakyat Indonesia di berbagai bidang sesuai dengan khitahnya.
3. Masa Reformasi
Era Reformasi diharapkan banyak terjadi perubahan-perubahan yang sesuai dengan harapan seluruh bangsa Indonesia, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial maupun budaya, lebih-lebih setelah diberlakukannya Otomi Daerah.
Intimidasi, teror, ancaman dan perusakan fasilitas Muhammadiyah dan milik warga Muhammadiyah selain SMA Muhammadpyah antara lain sebagai berikut :
1.
Papan nama yang dirusak dan dihancurkan adalah :
a.
Papan nama TK ‘Aisyiyah
b.
Papan nama ‘Aisyiyah Cabang Wringin Anom
c.
Papan nama SMP - SMA Muhammadiyah
d.
Papan nama Ranting Muhammadiyah Mimbaan
e.
Papan nama Remas / Masjid Al-Jihad.
1.
Toko milik Wahyudi di
Besuki dilempari batu.
4.
Toko milik Adi Mulyono di Locancang di rusak dengan
cara diberi alat peledak buatan.
5. Rumah Rawiyanto di Paowan Panarukan di depan pintu rumah ditemukan bahan peledak buatan yang sumbunya mati, sehingga tidak meledak.
6. Rumah. H. Soewarto didatangi serombongan orang berkendaraan sepeda motor 20 kendaraan sepeda motor dan 1 pick up sarat dengan orang tidak dikenal yang melakukan teror, tetapi tidak sampai terjadi kerusakan.
7.
Dan beberapa warga Muhammdiyah diteror dan diancam melalui
pesawat telepon rumah oleh orang yang tidak dikenal.
Di samping teror fisik ada juga teror non fisik dan dampaknya antara lain sebagai berikut:
1. Banyak warga Muhammadiyah di Instansi
Pemerintah yang tidak diberi kepercayaan untuk menduduki jabatan-jabatan
strategis.
2. Banyak warga / simpatisan yang
menjauh / meninggalkan Muhammadiyah demi menyelamatkan karier, padahal
sebelumnya sangat akrab dan dekat dengan sesama warga Muhammadiyah.
3. Bantuan-bantuan untuk lembaga
pendidikan Muhammadiyah banyak mengalami hambatan dan kesulitan, bahkan bantuan
gedung imbal swadaya yang sudah jelas diperuntukkan pendidikan Muhammadiyah
bisa dialihkan pada lembaga pendidikan lain.
4. Akibat kekerasan politik pasca pemilu 1999 banyak warga Muhammadiyah yang mengalami trauma dan kurang bebas dalam menjalankan aktifitasnya.
Setelah MPR RI mengeluarkan Memorandum I dan II tahun 2001 tentang
Pemberhentian Presiden RI ke-4 keadaan berangsur-angsur membaik. Bahkan pasca banjir bandang Situbondo tahun 2002,
kondisi politik di Situbondo mulai normal sampai sekarang. Oleh karena itu kegiatan, program dan amal
usaha Muhammadiyah
dapat berjalan dengan baik dan lancar. Bahkan Gedung SMA
Muhammadiyah 1 Panji dapat dibangun lebih megah dari sebelumnya. Hubungan
Muhammadiyah dengan pihak manapun juga normal kembali. Walahu a’lam bi shawab.
Posting Komentar untuk "MUHAMMADIYAH SITUBONDO DAN DINAMIKA SOSIAL POLITIK "