MARHABAN YA RAMADAN
azahri.com ~ Menjelang Ramadan sering kita jumpai kalimat “Marhaban yaa Ramadan” atau “Ahlan wa
sahlan yaa Ramadan” melalui spanduk, poster yang dipasang dipinggir jalan
atau depan gedung. Ada pula yang dibuat dengan desain yang indah dengan
tampilan foto dan gambar yang warna-warni, lalu diupload di media sosial dan di share
kepada keluarga , sahabat dan kenalan untuk mendapat like atau jempol.
Bahkan ada yang dibuat dalam bentuk video, mulai yang ala kadarnya (amatiran)
sampai yang dibuat dengan serius sehingga enak ditoton.
Bulan Ramadan memang bulan istimewa yang
dinantikan kehadirannya oleh umat muslim sedunia.
Padanya penuh berkah dan keutamaan bagi
merela yang mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Menyambut di pintu
gerbang dengan ungkapan indah, “Marhaban yaa Ramadan.
Ungkapan, مرحبا يا رمضان
atau اهلا وسهلا يا
رمضان bila diurai dari sisi grmatikal, مرحبا
dari kata رَحَّبَ -
يُرَحِّبُ : menyambut dengan gembira , menerima , mengelu – elukan.
Dikandung maksud sebagai ungkapan yang menunjukkan kelapangan dada atas tamu yang
akan segera tiba. Seseorang yang mengucapkannya akan menerima dengan penuh
kegembiraan dan mempersilahkan segala sesuatu dengan baik untuk membuat tamu
merasa lebih nyaman.
Sementara اهلا dari kata اهل
artinya keluarga dan سهلا dari سهل artinya mudah
atau dataran rendah, karena mudah dilalui. Ungkapan ini bermakna anda berada di
tengah keluarga sendiri dan melangkahkan kaki dengan mudah, bebas bergerak
dimana anda suka.
Dari sisi istilah keduanya diartikan
selamat datang. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “marhaban” diartikan sebagai “kata seru
untuk menyambut atau menghormati tamu Ia
sama dengan “ahlan wa sahlan” yang juga dalam kamus tersebut diartikan “selamat
datang.” Walaupun keduanya berarti “selamat datang” tetapi
penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan” untuk
menyambut datangnya bulan Ramadan, melainkan “marhaban ya Ramadhan”. Tapi
masyarakat umum masih sering
menggunakan اهلا وسهلا يا رمضان
.
مرحبا يا رمضان maknanya adalah selamat atas datangnya tamu (bulan Ramadan) yang disertai
dengan penerimaan penuh lapang dada dan kegembiraan. Tidak dengan
menggerutu dan menganggap kehadirannya mengganggu ketenangan atau kenyamanan kita. Kita sambut dengan
sepenuh hati dan senang hati, bukan dengan setengah hati dan sakit hati karena
merasa terpaksa. Hal demikian sejalan dengan kebiasaan Rasululla saw:
كان النبي صلى الله عليه وسلم
يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ بقدوم شهر رمضان (رواه أحمد والنساء)
Bahwa Rasulullah saw menggembirakan sahabat-sahabatnya dengan
datangnya bulan suci Ramadan.
Menggembirakan,
maknanya memberi motivasi dan dorongan kepada kaum muslimin menyambut bulan
Ramadan dengan penuh suka cita, karena Ramadan bulan penuh berkah dan
keutamaan. Menciptakan suasana berlomba dalam kebaikan dan takwa,
tanpa sedikitpun melewatkan waktu yang berharga. Sebagaimana
firman Allah swt:
قُلْ بِفَضْلِ الله وَبِرَحْمَتِهِ
فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ [ سورة يونس : آية 58 ]
Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan".
Menggembirakan bermaksud pula menghindarkan perasaan sedih dan
susah yang menghinggapi sebagian umat Islam yang mengganggap puasa Ramadan dan
amal lainnya merupakan beban. Mereka akan berlapar-lapar dan berdahaga selama
satu bulan. Supaya datangnya Ramadan tidak terasa berat, maka perlu
digembirakan melalui persiapan yang serius dan optimal.
Persiapan yang
utama adalah memperbarui semangat
dan niat. Kita kondisikan bahwa bertemu Ramadan lebih tinggi tingkatannya
daripada seseorang yang mendapat anugerah/penghargaan dari seorang
raja/presiden dan akan dipanggil menghadapnya.
Tentu orang itu berharap-harap cemas agar momen itu segera
terwujud. Boleh jadi ia tidak bisa tidur nyenyak dan mengharap malam cepat
berlalu jika esoknya momen itu tiba. Atau laksana dua insan yang baru akad
nikah, mengharap siang segera berlalu dan bila malam tiba mereka berucap, “ Ya
lailu thul”! Kalau semangat kita
menyambut Ramadan layaknya mau bertemu presiden atau hendak berbulan madu,
itu luar biasa.
Marhaban yaa Ramadan kita ucapkan dengan harapan membangkitkan
semangat untuk menghadrkan kebaikan di setiap detiknya dan berusaha memperoleh
ampunan dari khilaf dan dosa.
Pendek kata,
mumpung hayat masih dikandung badan,
mari benar-benar kita muliakan
kehadirannya. Sejalan dengan sabda Rasulullah saw:
اَتَاكُمْ
رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَاَهْلاً جَاءَ شَهْرُ
الصِّيَامِ بِالبَرَكَاتِ فَاكْرِمْ بِهِ مِنْ رَائِرٍ هُوَ اَتٍ
Artinya
: “Telah datang kepadamu bulan Ramadan, penghulu segala bulan. Maka selamat
datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan.
Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu”. (H.R. Ath-Thabrani).
Pintu-pintu
kebaikan dibuka lebar sehingga memudahkan kita menuju surga-Nya. Sementara jalan
kemaksiatan ditutup rapat dan si jahat
penggoda manusia di belenggu super ketat. Masih ada tambahan kebajikan malam
Qodar, beribadah di malam itu bernilai seribu bulan.
قَدْ
جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ كَتَبَ اللّهُ عَلَيْكُمْ صِيَا مُهُ
فِيْهِ تُفْتَحُ اَبْوَابَ الجِنَانِ وَتُغْلَقُ اَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَتُغَلُّ
فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ مَنْ
حُرِمَ خَيْرُ هَا فَقَدْ حُرِمَ
Artinya
: ”Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkati.
Allah telah mewajibkan atas kalian shaum padanya. Di dalamnya dibuka
lebar-lebar pintu-pintu surga, dan dikunci rapat-rapat pintu-pintu neraka, dan
dibelenggu syaithan-syaithan. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik
daripada seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada
malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan”. (H.R.
Ahmad, An-Nasa’i, dan Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah).
Bagaimana mungkin orang
beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga?Bagaimana mungkin orang yang
pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala
tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang
yang berakal tidak gembira ketika para syaitan dibelenggu?”
Para ulama terdahulu (salaf) jauh-jauh hari sebelum
datangnya bulan Ramadan, mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada
Allah agar mereka mencapai bulan yang mulia tersebut. Karena mencapai
bulan Ramadan merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi
taufik oleh Allah.
Maka hendaknya setiap muslim selayaknya mengambil teladan
dari para ulama terdahulu dalam menyambut datangnya bulan Ramadan, dengan
bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala
kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah SWT.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah
dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk
persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa.
Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak
merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah daripada manfaat yang
diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan
diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah siyam (puasa) di siang hari dan qiyam di
malam hari serta ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadan dengan sebaik-sebaiknya,
yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktik ibadah yang sesuai dengan petunjuk
dan sunnah Rasulullah saw. Ya, semua berpulang kepada diri kita masing-masing, kita
sambut dengan luar biasa, biasa aja atau acuh tak acuh. Wallahu a’lam bi
shawab.
Membaca tulisan pak ketua ini, semakin menambah semangat untuk menjalani ibadah puasa dan rasa tdk sabar menunggu bulan ramadhan tiba.
BalasHapus