NISFU SYA'BAN
azahri.com ~ Allah
Swt. yang telah menciptakan zaman dan melebihkan satu dengan lainnya. Memberi
keutamaan pada bulan, hari dan malam
tertentu dengan limpahan pahala dan karunia-nya. Salah satu bulan dimana
Rasulullah Saw memberi contoh memperbanyak amalan-amalan sunah adalah bulan
Sya’ban.
Nama-nama
bulan Qamariyah yang dipakai dalam kalender Islam/Hijriyah tetap menggunakan
nama yang dipakai bangsa Arab sebelum Islam. Diawali bulan Muharam, Shafar,
bulan ketujuh Rajab, berikutnya Sya’ban dan bulan kesembilan Ramadhan.
Secara
bahasa kata شعبان berasal dari kata تشعّب artinya berpisah atau berkelompok تشعّب القومُ : تفرّقوا : berpisah - pisah, berkelompok- kelompok untuk membagi tugas
antara anggota suku mencari sumber air guna menghadapi musim panas pada bulan
kesembilan, yakni bulan رمضان yang berasal dari kata رمِض
artinya panas, dalam bentuk superlative dengan
tambahan alif dan nun menjadi رمضان
maknanya : اشتدّ حرُّه menjadi sangat
panas.
Kata
شعبان juga berasal dari kata شِعْب jalan setapak di atas gunung atau menuju puncak. Bulan Sya'ban
adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah Swt kepada hamba-Nya untuk meningkatkan keimanannya sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan yang merupakan bulan paling mulia.
Mendaki
menuju puncak bukan pekerjaan yang mudah.
Diperlukan berbagai persiapan dan bekal yang cukup agar pendakian berjalan lancar dan sukses. Meskipun perjalanan itu menguras
energi dan melelahkan, namun bila persiapannya matang akan berjalan happy
dan terasa lebih ringan.
Makna
jalan setapak menuju puncak dalam hal ini tentu bukan pendakian secara fisik,
akan tetapi pendakian spritual. Secara bertahap dan konsisten mulai fokus
memberikan porsi waktu yang lebih untuk menjalankan ibadah sunah sejak awal
Sya’ban sampai datangnya hilal Ramadhan.
Jika
selama Sya’ban persiapan sudah maksimal, maka kita akan lapang dada menyambut
Ramadhan, sesuai ungkapan populer مرحبا يا رمضان
, مرحبا
dari kata kerja رَحَّبَ -
يُرَحِّبُ : (menyambut dengan gembira , menerima , mengelu – elukan). Dikandung
maksud sebagai ungkapan yang menunjukkan kelapangan dada atas tamu yang
akan segera tiba.
Dengan demikian, kita melaksanakan syiyam
di siang hari dan qiyam di malam hari terasa menyenangkan dan
mengembirakan.
Lalu
amalan apa yang harus kita laksanakan selama bulan Sya’ban? Apakah ada malam
khusus dan ibadah khusus yang disyariatkan?
Menurut
pendapat para ulama, yang menyandarkan pendapatnya dengan hadis yang makbul
(shahih dan hasan) ataupun dengan hadis dhoif
dalam hal fadhailul amal (keutamaan beramal), ditemukan hal-hal sebagai
berikkut:
1.
Tidak Ada
Amalan Khusus yang Disyariatkan di Bulan
Sya’ban
Berdasarkan
hadis yang makbul (dapat diterima
sebagai hujjah) tidak ada amalan khusus
di bulan Sya’ban yang ada adalah amalan umum sebagaimana pada bulan yang lain,
hanya di bulan Sya’ban ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, terutama puasa
sunah, sebagaimana sabda beliau:
عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ
أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ
تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
”Usamah bin Zaid berkata, ‘Wahai Rasululllah
aku tidak pernah melihat engkau berpuasa sebagaimana engkau berpuasa pada bulan
Sya’ban. Nabi membalas, “Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang,
karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah
bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya
amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Nasa'i).
Hadis tersebut
diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Ra.
يَصُومُ
حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ
شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي
شَعْبَانَ
“Terkadang
Nabi Saw puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak
puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau
tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak
melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Aisyah juga berkata,
لَمْ يَكُنِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ
شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Belum pernah Nabi Saw. berpuasa satu
bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau
berpuasa Sya’ban sebulan penuh” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Sya’ban
yang letaknya di antara bulan Rajab dan Ramadhan, justru banyak orang
melupakannya atau tidak memberikan perhatian kepadanya. Padahal Sya’ban adalah bulan di mana semua amal perbuatan
manusia diangkat dan dilaporkan kepada Allah Swt, maka Nabi Saw memperbanyak
puasa sunah, yang patut kita teladani.
2. Malam
Nisfu Sya’ban Malam Pengampunan
Adapun mengenai
malam nisfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban) ada hadis yang dijadikan hujah
memuliakan malam nisfu Sya’ban, yakni
hadis riwayat al-Imam al-Thabrani dan Ibnu Hibban dari Mu’adz bin Jabal
dari Nabi Saw, beliau bersabda:
يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ
لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ
لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Artinya; “Allah Swt melihat kepada
makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada seluruh
makhluk-Nya kecuali kepada orang yang menyekutukan Allah atau orang yang
bermusuhan.”
Syaikh Albani berkata: “Ini adalah hadis
shahih. Diriwayatkan dari banyak sahabat dengan jalur riwayat yang
berbeda-beda, yang saling menguatkan. Mereka adalah Muadz bin Jabal, Abu
Tsa’labah al-Khusyani, Abdullah bin Amr, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu
Bakar ash-Shiddiq, Auf bin Malik dan Aisyah” (as-Silsilah ash-Shahihah 3/135).
Sebatas
itu hadis yang bisa dipakai terkait nisfu Sya’ban. Jadi tidak ada amalan khusus
di bulan Sya’ban maupun malam nisfu Sya’ban, kecuali amalan umum dengan memperbanyak shalat malam, dzikir dan doa. Salah
satu doa yang banyak dibaca umat Islam sejak
masuk bulan Rajab adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ بَارِكْ
لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَا
Ya Allah,
berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikan kami ke bulan Ramadan.
Meskipun
sebagian ahli hadis menyatakan hadis di atas dhoif, namun karena bukan untuk
menetapkan hukum, hanya sebatas fadhiul amal, maka tidak masalah kita pakai
untuk berdoa. Berdoa tidak berdasarkan hadispun boleh, doa dengan bahasa kita
dan sesuai isi hati kita.
3.
Hadis
Dhoif dan Palsu Seputar Amalan Nisfu
Sya’ban
Menurut beberapa
pakar hadis, banyak hadis dhoif bahkan palsu yang berkaitan dengan amalan di malam nisfu Sya’ban, antara lain:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَنْزِلُ
لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ
لأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala turun ke langit
dunia pada malam nishfu Sya’ban, Dia akan mengampuni dosa walaupun itu
lebih banyak dari jumlah bulu yang ada di kambing Bani Kalb.” [Bani Kalb
adalah salah satu kabilah di Arab yang punya banyak kambing]
Hadits
ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Ibnu Majah. At Tirmidzi mengatakan bahwa
beliau mendengar Muhammad (yaitu Imam Bukhari) mendhoifkan hadits ini. (Lihat
As Silsilah Ash Shohihah, no. 1144)
إِذَا
كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا
يَوْمَهَا. فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ
الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ
فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى
يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Apabila datang malam nishfu sya’ban, maka
hidupkanlah malam tersebut dan berpuasalah di siang harinya. Karena ketika itu,
Allah turun ke langit dunia pada malam tersebut mulai dari tenggelamnya
matahari. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Siapa saja yang meminta
ampunan, Aku akan mengampuninya. Siapa saja yang meminta rizki, aku pun akan
memberinya. Siapa saja yang tertimpa kesulitan, Aku pun akan membebaskannya.
Siapa pun yang meminta sesuatu, Aku akan mengabulkannya hingga terbit fajar”.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Sanad hadits ini adalah lemah, bahkan menurut
Syeikh Al Albani adalah maudhu’ (palsu) karena di dalamnya terdapat perowi yang
bernama Ibnu Abi Sabroh yang tertuduh sering memasulkan hadits sebagaimana dikatakan
dalam At Taqrib. Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Ma’in juga berpendapat
demikian yaitu Ibnu Abi Basroh sering memalsukan hadits. Sehingga Syeikh Al
Albani berkesimpulan bahwa sanad hadits ini maudhu’ (palsu). (Lihat As
Silsilah Adh Dho’ifah, no. 2132)
من
صلى ليلة النصف من شعبان ثنتى عشرة ركعة يقرأ في كل ركعة قل هو الله أحد ثلاثين
مرة، لم يخرج حتى يرى مقعده من الجنة
…
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam
nishfu sya’ban sebanyak 12 raka’at, setiap raka’atnya membaca surat “Qul huwallahu
ahad” sebanyak tiga puluh kali, maka dia tidaklah akan keluar sampai dia
melihat tempat duduknya di surga …”
Hadits
ini dibawakan oleh Ibnul Jauziy dalam Al Maudhu’at (kumpulan hadits-hadits
palsu). Ibnul Jauziy mengatakan bahwa hadits di atas adalah hadits maudhu’
(palsu) dan di dalamnya banyak perowi yang majhul (tidak dikenal). (Lihat
Al Maudhu’at, 2/129).
Dari
penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bulan Sya’ban dan malam
nisfu Sya’ban dianjurkan memperbanyak amal sunah, terutama puasa di siang hari.
Tidak dijumpai hadis shahih yang
menentukan amalan khusus di bulan Sya’ban maupun nisfu Sya’ban. Walahu ‘alam bi
shawab.
Posting Komentar untuk "NISFU SYA'BAN"