MAYORITAS MUSLIM INDONESIA BUTA HURUF AL QUR'AN?
azahri.com ~ Salah satu arti membaca dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Jika tidak memahami isi dari apa yang tertulis belum disebut membaca, tapi hanya membunyikan huruf-hurufnya saja.
Inti membaca adalah memahami atau
mengerti apa yang dibaca. Jika ada seseorang dengan suara indah melantunkan
ayat-ayat Alqur’an, namun tidak paham artinya, maka
secara ilmiah belum disebut membaca. Baru pada tingkat membunyikan huruf-huruf
Alqur’an.
Menurut beberapa referensi dan
keterangan dari Ust Adi Hidayat dalam kajian di kanal youtube-nya, ada dua kata
dalam Alqur’an yang diterjemah membaca, yakni kata qiraah dan tilawah. Qiraah mengacu pada sifat Alqur’an (qara
a - yaqrau) sebagai “suara(wahyu) yang diperdengarkan dan dibaca berulang
ulang”. Kata
qiraah hanya mengandung makna membaca saja, meskipun tidak
paham makasud atau mengetahui artinya.
Sedang kata tilawah (tala-yatlu), kata perintahnya sering
diulang di Alqur’an, yaitu “utlu”, bacakanlah dengan penuh pemahaman yang
mendalam dan diamalkan. Dengan demikian, kata tilawah mengandung makna membaca
Alqur’an dengan penuh pemahaman dan mengamalkan pesan didalamnya.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ
مِنَ الْقُرْآنِ – المزمل 20
Dan bacalah apa yang mudah dari Alquran
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ
الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا – المزمل 73
Atau tambah atasnya dan bacalah Alquran dengan benar-benar
membaca
Bedasarkan
data Badan Pusat Statistik, umat Islam Indonesia yang buta huruf Alqur'an ada sekitar 54 persen. Sementara Menteri Agama RI, Fachrul Razi
menyebutkan, indeks literasi umat Islam di Indonesia dalam baca tulis Alqu’ran
masih sangat rendah. Setidaknya 65 persen umat Islam di Indonesia masih buta
aksara baca tulis Alqur’an. Pernyataan
tersebut disampaikan Fachrul di hadapan seluruh pemerintah provinsi se-Tanah
Air dalam acara peluncuran perhelatan MTQ Nasional ke-XXVIII di Sumbar secara
virtual, Selasa (28/7/2021). Hal itu berdasarkan hasil riset Institut Ilmu
Alqur’an di Indonesia. "Sebanyak
65 persen muslim di Indonesia masih buta aksara. Angka tersebut sangat tinggi,
mengingat Indonesia mayoritas berpenduduk muslim," kata purnawirawan TNI
AD tersebut secara virtual.
Maksud buta hurus Alqur’an pada
data statistik PBS dan hasil riset Institut
Ilmu Alqur’an tentu
maksudnya adalah membaca dalam katagori qiraah bukan tilawah. Kalau kriterianya
tilawah tentu akan lebih banyak lagi.
Hal demikian tentu harus dicari akar masalah dan
solusinya. Ada yang berpendapat bahwa akar masalahnya terkait pola pikir dan
budaya masyarakat muslim Indonesia. Pada masyarakat muslim Jawa kemampuan
membaca Alqur’an dihubungkan dengan teori
Trikotomi budaya (agama?) ala Clifford Geertz. Geertz menyuguhkan fenomena agama “Jawa” ke
dalam tiga varian utama: abangan, santri, dan priyayi. Trikotomi agama “Jawa” itulah yang sampai
sekarang terus disebut-sebut dalam wacana sosial, politik, dan budaya di
Indonesia dan menjadikannya referensi induk atas upaya ilmuwan sosial di
belakangnya yang membedah tentang Jawa.
Kelompok santri dipersepsikan yang mahir baca Alqur’an bahkan memahami
pesan-pesan yang terkadung di dalamnya. Adapun abangan dan priyayi lumrah jika
tidak bisa baca tulis Alqur’an. Namun untuk saat ini teori ini tidak sepenuhnya benar karena banyak
kaum priyayi dan abangan yang sudah pandai mengaji. Atau bahkan pengelompokan
demikian sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman atau sudah usang.
Sebab lain yang sering disebut adalah karena budaya baca – tulis bangsa Indonesia masih lemah. Budaya
oral atau tutur tinular lebih kuat dan mengakar, terutama generasi tua. Sebut
saja generasi kolonial yang berbeda dengan generasi milenial, generasi gadget.
Yang memaksa penggunanya untuk menulis dan membaca melalui SMS, Chatting dan
sejenisnya melalui berbagai aplikasi semisal facebook, whatsApp, instagram dsb.
Solusi yang sudah on the track adalah memperbanyak
TPQ, rumah tahfid, pondok pesantren, boarding school dll yang diupayakan
berbagai kelompok masyarakat. Untuk lebih berkembang, berdaya guna dan berhasil
guna harus mendapat suport dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Wallahu a’lam bishawab.
Posting Komentar untuk "MAYORITAS MUSLIM INDONESIA BUTA HURUF AL QUR'AN?"