PUASA PARIPURNA
azahri.com ~ Dari
tinjauan fikih puasa itu didefinisikan: menahan makan dan minum serta berkumpul
dengan pasangan mulai terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat ikhlas
semata-mata karena Allah swt. Rukun puasa cukup dua, yakni niat karena Allah
Swt dan meninggalkan semua yang membatalkan puasa.
Bila
kita menjalankan puasa hanya sebatas memenuhi syarat dan rukunnya, maka puasa
kita baru pada tataran formal belum menyentuh wilayah subtansial. Walaupun
puasa formal telah menggugurkan kewajiban, namun sulit meraih derajat takwa
sebagai tujuan akhir puasa.
Hujatul
Islam, Imam Ghozali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin membagi puasa menjadi tiga
tingkatan:
اعلم
أن الصوم ثلاث درجات: صوم العموم وصوم الخصوص وصوم خصوص الخصوص. أما صوم العمووم
فهو كف البطن والفرج عن قضاء الشهوة كما سبق تفصيله. وأما صوم الخصوص فهو كف السمع
والبصر واللسان واليد والرجل وسائر الجوارح عن الآثام. وأما صوم خصوص الخصوص فصوم
القلب عن الهضم الدنية والأفكار الدنيوية وكفه عما سوى الله عز وجل بالكلية. (إحياء علوم الدين - ج 1 / ص 245)
Ketahuilah bahwa
puasa itu ada tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus dan puasa
paling khusus. Adapun puasa umum adalah menahan perut (makan dan
minum) dan bersebadan untuk memenuhi
syahwat, sebagaimana telah dijelaskan secara rinci sebelumnya. Puasa khusus,
yakni menahan pendengaran, penglihatan,
ucapan dan tingkah laku dari segala dosa. Dan puasa paling khusus adalah puasa hati dari hal-hal hina dan puasa pikiran dari hal-hal keduniaan atau menahan diri berkehendak
dan berpikir selain Allah secara
totalitas.
Klasifikasi
puasa oleh Imam Ghozali tersebut sesuai dengan praktek umat Islam. Umat Islam
melaksanakan ibadah tergantung pemahaman
dan iman masing-masing individu. Hal mana sejalan dengan firman Allah Swt dalam
Fathir ayat 32:
ثُمَّ
أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ
ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ
بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ .
Kemudian Kitab itu
Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,
lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan
ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian
itu adalah karunia yang besar.
Orang puasa yang hanya menahan makan dan minum serta hubungan
badan, namun masih melakukan dosa yang lain, semisal share berita hoax,
mengambil hak orang lain, membuat kegaduhan, berbicara yang tidak bermanfaat
dll. Boleh jadi masuk puasa tingkat pertama versi Imam Ghozali dan masuk
kriteria Al Qur’an orang yang menzalimi diri sendiri.
Bagimana tidak zalim sudah puasa tapi
sia-sia, tidak dapat pahala dan rido-Nya kecuali lapar dan dahaga
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاالْجُوعُ وَرُبَّ
قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاالسَّهَرُ. رواه النسائي، وابن ماجه
والحاكم، وقال: صحيح على شرط البخاري )فقه السنة - (ج 1 / ص 458(
Betapa banyak orang yang berpuasa
hanya mendapatkan lapar dan betapa banyak orang yang shalat malam hanya
mendapatkan berjaga saja.
Sejalan pula dengan peringatan Rasulullah Saw:
وعنه
قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ لَمْ يَدَعْ
قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ ، فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ
يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد ،
وَاللَّفْظُ لَهُ
Abu Hurairah r.a. berkata,
"Rasulullah bersabda,'Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta
dan perbuatan buruk dan bodoh , maka Allah tidak memerlukan ia meninggalkan
makan dan minunmya.”
Paling
kurang puasa kita memenuhi tingkat kedua versi Imam Ghazali atau istlah Al Qur’an,
muqtashid (pertengahan/pas-pasan). Puasa tidak hanya menahan makan, minum dan
berkumpul, tapi juga meninggalkan hal-hal yang mengurangi pahala puasa atau hal
yang sia-sia, meliputi ucapan, pendengaran, penglihatan dan aktivitas anggota badan lainnya.
Puasa
tingkat ketiga adalah puasa orang-orang khusus, yakni puasa yang tidak hanya menahan
makan, minum, berkumpul dan menahan aktivitas fisik saja, tapi juga mampu
menahan kehendak yang tidak baik dan berfikir atau fokus masalah keduniaan. Hanya
fokus pada ibadah untuk meraih pahala dan rido Allah Swt dan berpaling dari hal-hal
yang mengurangi kekhusyukan ibadah.
Puasa
tingkat ketiga ini tentu sulit dipenuhi oleh kebanyakan orang, kecuali para
nabi, para wali dan orang shaleh lainya. Tingkat puasa ketiga ini dapat disebut
puasa paripurna.
Posting Komentar untuk "PUASA PARIPURNA"