TARAWIH BUKAN NAMA SALAT?
azahri.com ~ Kata tarawih sudah tak asing lagi
bagi warga negara Indonesia, apalagi yang beragama Islam, baik dalam bahasa
lisan maupun bahasa tulisan. Dari perbincangan sehari-hari orang sudah mafhum
bila disebut salat tarawih, pemahamannya tidak lain adalah salat yang dilakukan
setelah Isya sampai akhir malam di bulan Ramadan, bahkan sebagian orang beranggapan harus berjamaah.
Dalam kamus, baik yang berbahasa Indonesia,
Arab, Inggris atau bahasa lainnya, yang tebal maupun yang tipis, kata tarawih
didefinisikan kurang lebih seperti tersebut di atas. Kamus Besar Bahasa
Indonesia merumuskan bahwa tarawih adalah salat sunah pada malam hari (sesudah
Isya, sebelum Subuh) pada bulan Ramadan (bulan puasa).
Tarawih التراويح dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak
dari تَرْوِيْح yang diartikan "waktu
sesaat untuk istirahat". Pada kamus Arab Indonesia yang lain تَرْوِيْح berasal dari kata kerja ( فعل ) رَوَّحَ - يُرَوِّحُ : artinya: menyegarkan, menyejukkan, menenangkan,
menyenangkan , menjamu, menghibur, meramaikan. Juga diartikan روّح
: تروّح بالمِروَحَةِ : (berkipas). Sementara dibeberapa Kamus Bahasa
Arab dijelaskan bahwa:
رَوَّحَ : [ر و ح]. (فعل: رباعي لازم
متعد بحرف). رَوَّحْتُ، أُرَوِّحُ، رَوِّحْ، مصدر تَرْويحٌ. 1."رَوَّحَ
إِبِلَهُ" : رَدَّها إلى الْمُراحِ. "بَدَأَ الرُّعاةُ يُرَوِّحونَ
مَواشِيَهُمْ قَبْلَ غُروبِ الشَّمْسِ". 2."رَوَّحَهُ قَبْلَ غُروبِ
الشَّمْسِ" : ذَهَبَ إِلَيْهِ في الرَّواحِ. 3."يُرَوِّحُ عَنْ
نَفْسِهِ" : يُسَلِّيها، يُرَفِّهُ عَنْها. 4."يُرَوِّحُ
بِالمِرْوَحَةِ": يُهَوِّي بِها. 5."رَوَّحَ إلى بَيْتِهِ" :
رَجَعَ. 6."رَوَّحَ بِالجَماعَةِ" : صَلَّى بِهِمُ التَّراويحَ.
روَّح بالقَوْم: صلَّى بهم التَّراويح
(صلاة تؤدَّى في رمضان بعد صلاة العشاء) "مَن يُروِّح بالنَّاس
اللَّيلةَ؟".
“Menyegarkan/menyejukkan (kata kerja: intransitif empat huruf). 1) Dia menenangkan untanya, dia mengembalikannya ke padang rumput. Para gembala mulai mengistirahatkan ternak mereka sebelum matahari terbenam." 2) Dia mengistirahatkannya
sebelum matahari terbenam: dia pergi kepadanya dengan tenang/santai. 3) untuk membebaskan diri, untuk menghiburnya, untuk
membebaskannya. 4) Dia berkipas angin
dengan kipas. 5) Dia kembali
ke rumahnya, dia melalukan shalat tarawih bersama mereka.
Menyenangkan umat. Ia shalat Tarawih bersama mereka, Siapa yang akan menghibur manusia malam ini ?
Begitu beragam terjemahتَرْوِيْحا - رَوَّحَ - يُرَوِّحُ sehingga harus kita
gunakan sesuai dengan konteknya. Dengan demikian, salat tarawih ( صلاة التراويح ) dapat diartikan salat-salat
yang dilaksanakan dengan hati yang lapang, hati senang, suasana sejuk, santai, tidak terburu-buru,
ada jeda waktu istirahat dsb.
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil natijah bahwa sesungguhnya tarawih itu
bukan jenis atau nama salat, namun merupakan sifat salat, yakni salat yang dilaksanakan dengan hati senang dan
lapang, salat yang gembira dan menggembirakan.
Kesimpulan demikian
sesuai dengan hadis-hadis Nabi Saw dan atsar para sahabat, dimana
istilah/nomeklatur tarawih belum dikenal di masa beliau Saw dan para sahabatnya. Istilah
paten/bandrol yang dipakai saat itu adalahقيام اليل
atau قيام الرمضان.
لِحَدِيثِ رَوَاهُ الشَّيْخَانِ عَنْ اَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُرَغِّبُهُمْ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرَاَنْ يَأْمُرُهُمْ بِعَزِيمَةٍ.
فَيَقُولُ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيمَانًا وَاِحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. فَتُوُفِّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَاْلاَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ اْلاَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِى
خِلاَفَةِ اَبِى بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ.
Bersandar hadis yang diriwayatkan Al Bukhari –
Muslim dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah Saw mendorong para sahabat
melaksanakan qiyamul lail (salat malam) yang bukan perintah wajib dengan
sabdanya: Barang sipa salat di malam Ramadan atas dasar iman dan berharap rida-Nya,
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Setelah Rasulullah Saw wafat perkara ini
dilanjutkan masa Khalifah Abu Bakar dan khalifah Umar.
وَلِحَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتْ: مَا كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى
غَيْرِهِ عَلَى اِحُدَى عَشَرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى اَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
Berdasarkan hadis ‘Aisyah, ra., ia menjawab: “Tidaklah
Rasulullah melebihi shalatnya, baik di bulan Ramadan maupun di bulan lainnya
dari 11 rakaat, beliau salat empat rakaat, maka jangan kamu tanya baik dan
lamanya salat tersebut. Kemudian beliau salat lagi empat rakaat, maka jangan kamu
tanya baik dan lamanya salat tersebut. Kemudian beliau salat tiga rakaat”. (HR. Al Bukhari-
Muslim)
عَنْ نَافِعٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ
بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ صَلاَةِ اللَّيْلِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: «صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ
الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى» (رواه الإمام البخارى(
“Dari Nafi’ dan Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar:
Sesungguhnya seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang salat
malam. Rasulullah menjawab: “Salat malam itu dua-dua. Maka jika seseorang
diantara kalian takut subuh masuk, maka salatlah satu rakaat sebagai witir untuk
salat yang sudah dia kerjakan”.
Wal hasil, istilah baku صلاة التراويح
adalah قيام اليل atau قيام الرمضان
sementara tarwih adalah sifatnya atau karakternya.
Lalu sejak kapan muncul istilah
tarawih dan siapa yang memunculkan pertama kali, tidak ada keterangan yang
meyakinkan.
Jumlah rakaat salat tarwih inipun
beragam, menurut keterangan Sayid Sabiq dalam fikih Sunah, mengutip pendapat
Zarqoni:
قال الزرقاني:
وذكر ابن حبان أن التراويح كانت أولا إحدى عشرة ركعة، وكانوا يطيلون القراءة فثقل
عليهم فخففوا القراءة وزادوا في عدد الركعات فكانوا يصلون عشرين ركعة غير الشفع
والوتر بقراءة متوسطة، ثم خففوا القراءة وجعلوا الركعات ستا وثلاثين غير الشفع
والوتر، ومضى الامر على ذلك.
Ibnu Hibban menyebut bahwa salat tarwih itu
semula 11 (sebelas) rakaat dengan bacaan yang panjang dan hal demikian memberatkan.
Maka kemudian diringankan/dipendekkan bacaannya dan ditambah jumlah rakaatnya
menjadi 20 (dua puluh) rakaat, diluar
witir dengan bacaan yang sedang. Lalu diringankan lagi bacaannya dan ditambah
rakaatnya menjadi 36 (tiga puluh enam) rakaat di luar witir. Hal ini berlaku
hingga hari ini.
Semangat
para pendahulu kita bahwa salat tarawih itu subtansinya bukan mengenai jumlah
rakaatnya, namun banyaknya ayat yang dibaca dan tempo atau lamanya. Tentu juga
ketenangan, kekhusukan dengan suasana hati yan senang dan sejuk. Tak mungkin salat
dalam tempo lama dan tenang jika tidak dikerjakan dengan ikhlas karena Allah
Swt.
Praktek
salat tarwih di Tanah Air kita cukup beragam karena Indonesia negeri yang
warna-warni. Semua mazhab dan aliran ada di negeri ini. Tidak hanya merujuk
kepada mazhab empat yang terkenal (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), ada
yang tidak bermazhab, bermazhab yang tidak jelas, sampai mazhab yang lokal.
Maka
jangan heran jika ada yang salat tarwih ditambah witir 23 (dua puluh tiga)
rakaat hanya berlangsung 7-10 menit. Rata- rata salat tarwih di kalangan umat Islam
berjalan sekitar 1 (satu) jam, baik 23 rakaat maupun yang 11 rakaat. Adapula
yang tarawihnya sekitar 8 jam, mulai selepas isya sampai pukul 3 malam dengan
satu kali tarawih khatam 30 juz, kabarnya ada di masjid Al fatah, Temboro,
Magetan, Jatim dan beberapa masjid di sekitarnya.
Berapapun
jumlah rakaatnya dan kecepatannya itu adalah pilihan masing-masing dengan argumen
masing-masing. Tidak boleh antara yang satu dengan yang lain saling menyalahkan
dan merasa diri lebih hebat. Ibadat tidak hanya dilihat yang kasat mata, tapi
juga aspek batiniahnya, karena ibadah yang menilai adalah Dzat yan Maha Melihat.
Wallahu a’lam bishawab.
Posting Komentar untuk "TARAWIH BUKAN NAMA SALAT? "