BEDA HARI RAYA DAN IDUL FITRI
azahri.com ~ Hari raya adalah hari besar. Hari libur. Bahkan diberi TRH
dan cuti beberapa hari. Setiap orang bisa berhari raya. Bisa menikmati hari
libur itu. Setiap orang bisa bergembira. Orang yang berpuasa dengan baik bisa
bergembira pada hari raya. Yang berpuasa setengah baik bisa berhari raya. Yang
tidak berpuasa bisa berhari raya. Bahkan yang non-Muslim juga bisa berhari
raya.
Para pedagang berhari raya dan bergembira karena dagangan
mereka banyak laku. Ada yang bergembira dengan datang ke tempat hiburan dan
tempat rekreasi. Arus mudik yang mengalir bagaikan air bah adalah bagian dari
hari raya.
Ada
yang mudik dengan niat bersilaturrahmi. Tetapi ada juga yang ingin membuktikan
kepada orang-orang di kampung bahwa dirinya berhasil menaklukkan kota. Terbukti
dengan materi dan kekayaan yang dibawa mudik. Kendaran, emas, pakaian mahal,
dan lainnya. Semua itu bagian dari hari raya.
Lalu apa itu Idul Fitri? Pertama: Idul Fitri berasal dari
kata Idul Futhur. Id artinya kembali. Futhur artinya sarapan atau makan pagi.
Jadi Idul Fitri berasal dari kata Idul Futhur itu artinya kembali sarapan.
Mengapa dikatakan kembali sarapan? Karena hari-hari kemarin
selama sebulan kita tidak sarapan atau makan pagi. Kita sedang berpuasa.
Memasuki 1 Syawal kita kembali sarapan. Kita dilarang berpuasa. Maka disebut
Idul Futhur yang kemudian menjadi Idul Fitri.
Tentu kalimat kembali sarapan itu hanya ditujukan kepada
orang yang hari-hari kemarin berpuasa. Yang tidak berpuasa tidak perlu ada
kalimat ‘kembali sarapan’. Setiap pagi mereka sudah sarapan. Sudah menghabiskan
soto satu mangkok atau nasi rawon satu piring.
Jadi kata Idul Fitri yang bermakna kembali sarapan hanya
untuk orang yang berpuasa. Yang tidak berpuasa tidak memerlukan seruan kembali
sarapan. Tidak perlu Idul Futhur atau Idul Fitri.
Pendapat umum/mayoritad Idul Fitri berasal dari Id artinya
kembali. Fitri artinya bersih. Jadi Idul Fitri artinya kembali bersih.
Dikatakan kembali bersih karena orang yang berpuasa dosa-dosa masa lalunya
diampuni Allah. Maka ketika pada 1 Syawal, dia menjadi orang yang kembali
bersih. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,
عَنْ أَبي
هُرَيْرَةَ رضي الله تعالى عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ )رواه البخاري ( 38
“Siapa saja
yang berpuasa Ramadan dengan iman dan ikhlas, maka diampuni baginya
dosa-dosanya di masa lalu” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Disamping diartikan kembali suci, juga kembali ke jalan Allah
swt, kembali kepada kebenaran dan kebaikan.
Seseorang yang ber-‘idul fitri berarti telah mampu mengembalikan
fitrahnya sehingga dapat berbuat baik
dan benar.
Perbuatan baik akan menimbulkan etika dan menciptakan tatanan
kehidupan yang tertib dan harmonis. Sementara kebenaran akan menuntun
keselamatan dunia akhirat.
Semua kebiasaan baik yang telah kita lakukan selama Ramadan
hendaknya tetap kita lestarikan dan bahkan kita tingkatkan sedemikian rupa agar
dapat menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan lingkungan masyarakat
kita, hingga akhir kehidupan kita.
Karena kebaikan yg kita lakukan kembali kepada kita:
(إِنۡ أَحۡسَنتُمۡ أَحۡسَنتُمۡ
لِأَنفُسِكُمۡۖ وَإِنۡ أَسَأۡتُمۡ فَلَهَا
“ Jika kalian
berbuat baik, maka kebaikan itu untuk diri kalian sendiri dan jika kalian berbuat buruk, maka keburukan juga Kembali kepada
kalian”[Surat Al-Isra' 7] dan akan mendapat baladan kebaikan:
(هَلۡ جَزَاۤءُ ٱلۡإِحۡسَـٰنِ
إِلَّا ٱلۡإِحۡسَـٰنُ)
“Tidak ada
balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan”[Surat Ar-Rahman 60]
Kembali kepada
fitrah juga kembali ke jalan yg benar, jalan lurus, jalan Allah Swt
(قُلۡ هَـٰذِهِۦ سَبِیلِیۤ
أَدۡعُوۤا۟ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِیرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِیۖ
وَسُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ وَمَاۤ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ)
“Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [Surat Yusuf 108]
Dari makna hari raya dan idul fitri tadi manusia
dikelompokkan menjadi 4 macam: pertama, berhari raya tertapi tidak ber-Idul
Fitri. Kedua, berhari raya sekaligus ber-Idul Fitri. Ketiga, tidak berhari raya
tetapi ber-Idul Fitri. Keempat, tidak berhari raya sekaligus tidak ber-Idul
Fitri
Kelompok pertama, berhari raya tapi ikut Idul Fitri, hanya
ikut pesta, nyalakan mercon, takbir keliling bahkan shakat id tapi gak puasa, tdk
tarweh, apalagi sedekah.
Kelompok kedua yang ideal, ikut hari raya dan idul fitri,
Sukacita dan gembira merayakan kemenangan setelah sebulan berperang melawan
hawa nafsu. Nabi bersabda:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ
الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ
النَّبِيُّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ
يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ الله ُ بِهِمَا خَيْرًا
مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى- سنن النسائي(3 / 199)
Dari Anas
bin Malik, ia berkata: Dahulu orang-orang di
zaman Jahiliyah mempunyai dua hari raya yang mereka rayakan setiap
tahun, maka ketika Rasulullah datang di Madinah, belia bersabda: “Kalian
mempunyai dua hari raya yang kalian rayakan, sungguh Allah telah mengganti dua
hari raya itu dengan yang lebih baik, yaitu hari raya Iedul Fitri dan hari raya
Iedul Adha”.
Kelompok ketiga adalah orang yang ber-Idul Fitri tetapi tidak
berhari raya. Mereka ini melaksanakan ibadah puasa dengan baik. Maka ketika 1
syawal dosa-dosanya diampuni Allah dan menjadi bersih kembali. Namun kondisi
wabah Corona menyebabkan dia tidak bisa menikmati hari raya. Dia dirumahkan.
Kena PHK. Tidak bisa bekerja. Kehilangan sumber nafkah. Warung ditutup. Pasar
ditutup. Dia masih mencari alternatif kegiatan yang bisa menjadi sumber nafkah.
Dia ber-idul Fitri tetapi tidak sempat menikmati hari raya. Dia dalam
keprihatinan terdampak wabah Corona.
Referensi: https://tafsirweb.com/3846-surat-yusuf-ayat-108.html
Referensi: https://tafsirweb.com/3846-surat-yusuf-ayat-108.html
Posting Komentar untuk "BEDA HARI RAYA DAN IDUL FITRI"