IDUL ADHA 2022 TANGGAL BERAPA?
1. Akar Masalah
Penduduk Indonesia mayoritas Muslim,
maka dapat dimaklumi jika warga Indonesia antusias mencari informasi kepastian Idul Adha 2022. Kepastian ini penting,
mengingat perbedaan penetapan hari raya
di Indonesia memiliki implikasi yang luas.
Perbendaan penentuan awal bulan
kamariah saat ini yang signifikan bukan antara aliran hisab dan rukyah, namun
diantara aliran hisab itu sendiri. Dan pangkal benang kusut perbedaan yang sampai
hari ini belum mencapai titik temu adalah soal kriteria lahirnya bulan baru.
Ada aliran ijtima’ qobla al ghurub,
wujudul hilal yang dipedomanai Muhammadiyah dan imkanur rukyah. Imkanur rukyah
juga bervariasi berkenaan dengan ketinggian hilal: NU = 2 derajat, MABIMS
(Menteri Agama Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura) = 3 derajat, Istambul
= 5 derajad dll. Belum persyaratan lain, yakni elongasi dan lama bulan di atas
ufuk. Pokoknya ribet.
Penentuan awal Ramadan dan Syawal berbeda dengan Idul Adha. Idul
Adha bersamaan dengan ibadah haji, dimana penentuan tanggal 9 Zulhijah saat jamaah
haji wukuf di Arafah menjadi otoritas Kerajaan Saudi Arabiyah sebagai
khadimul haramain.
Konsekuensinya setelah wukuf tanpa selang/jeda hari adalah Idul
Adha, maka penetapan kapan Idul Adha harus mengikuti kapan jamaah haji wukuf di
Arafah, tidak ada alternatif lain.
Alasan syar’i mengikuti penetapan Idul Adha kepada Pemerintah Saudi
antara lain mengambil makna dari firman Allah: يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ (Mereka bertanya
kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; QS. Al Baqarah: 189.)
Menurut para mufasir “lin nas” (untuk manusia) menyangkut semua
manusia dimanapun dan kapanpun dan kata “lil-ḥajj” (untuk haji), adalah sebagai
patokan menentukan waktu pelaksaaan ibadah haji dan ibadah haji diikuti oleh
warga Muslim dunia dengan penyelenggara pemerinta Saudi. Maka wajar aktivitas
ibadah Idul Adha yang beririsan dengan ibadah haji ikut penetapan pemerintah
Saudi.
2.
Kondisi Riil di Lapangan
Berangkat dari kriteria tersebut di atas, setidaknya ada
tiga hasil penetapan Idul Adha 2022 yang dikeluarkan oleh tiga
otoritas yang berbeda dan menjadi pilihan warga Muslim Indonesia.
Pertama,
Penetapan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
yang telah dimaklumatkan satu paket dengan awal Ramadan dan 1 Syawal 1443 H, yakni
10 Zulhijah 1443 H (Idul Adha) jatuh hari
Sabtu, 9 Juli 2022.
Penetapan Muhammadiyah ini berlandaskan kriteria wujudul hilal, dimana saat matahari terbenam bulan sudah wujud
atau di atas ufuk berapapun ketinggiannya dan hari itu sudah masuk tanggal baru.
Posisi hilal
saat matahari tenggelam tanggal 29 Juni 2022 berdasarkan hisab Muhammadiyah di beberapa kota di Indonesia sudah di atas atas ufuk: Trenggalek = lintang 8°
4’ U, bujur 111° 44’ T, tinggi hilal 1° 47’ 46”, Jayapura = lintang 2° 28’ U, bujur 140° 38’ T, tinggi hilal 1° 47’ 18”, , Jakarta = lintang 6°
10’ S, bujur 106° 49’ T, tinggi hilal 2° 06’
59”, Banda Aceh = lintang 5° 35’ U, bujur 95° 20’ T, tinggi hilal 3° 26’
42”.
Untuk luar negeri , Kuala Lumpur = lintang 3° 9’ U, bujur 101° 42’ T, tinggi hilal -01° 15’ 52”, dan Makkah
= lintang 21° 25’ U, bujur 39° 49’ T, tinggi hilal 5° 47’ 24”.
Warga Muhammadiyah dan simpatisannya akan mengikuti penetapan
PP Muhammadiyah dalam kasus ini. Sudah cukup teruji ketaatan anggota/warga
Muhammadiyah terhadap putusan organisasinya.
Kedua, Keputusan Pemerintah cq. Kementerian Agama RI
yang akan diumumkan setelah Sidang Isbat pada hari Rabu, 29 Juni 2022. Jika
pemerintah konsisten dengan kriteria yang ditetapkan MABIMS, yakni 3 derajat ketinggian hilal dan elongasi (jarak
sudut bulan-matahari) minimun 6,4 derajat, maka kemungkinan besar pemerintah menetapkan
Idul Adha 1443 H jatuh pada hari Ahad, 10 Juli 2022.
Meskipun ketinggian hilal di Banda Aceh tanggal
29 Juni 2022 sudah di atas 3 derajat, namun elongasinya baru sekitar 4,97
derajat, sehingga belum memenuhi kriteria MABIMS versi baru yang dirujuk
Kemenag.
Warga NU,
terutama yang mengikuti komando struktural bisa dipastikan mengikuti penetapan
pemerintah. Sementara umat Islam non Muhammadiyah dan bukan NU ada sebagian yang
mengikuti dan ada yang berpegang pada kemungkinan ketiga.
Ketiga Penetapan Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia. Banyak umat Islam
Indonesia yang berpendirian bahwa menentukan hari Arafah, 9 Zulhijah saat jamaah
haji wukuf di Arafah dan warga Muslim yang tidak berhaji disunahkan puasa Arafah
adalah otoritas Saudi Arabia dan Idul Adha jatuh hari berikutnya, 10 Zulhijjah.
Bila terjadi
perbedaan penentuan Idul Adha antara pemerintah Indonesia dan Saudi mereka
mengikuti pemerintah Saudi dengan alasan tersebut di atas. Dengan demikian
sejatinya penentuan 10 Zulhijah tidak hanya murni perbedaan dalam negeri, tapi
terkait pula dengan Makkah dan Madinah sebagai tempat pelaksaan ibadah haji.
Disamping
penetapan mana yang diikuti oleh masyarakat, banyak peristiwa unik yang
mengiringi perbedaan penentuan hari raya Idul Adha. Pada tataran individu ada
yang happy dan ada pula yang galau.
Pengalaman
penulis, ada kawan yang sering jadi khotib shalat Id memanfaatkan momentum
perbedaan hari raya dengan tindakan yang bisa dibilang konyol. Pada hari raya yang lebih awal dia menjadi khotib di jamaah yang ikut hari itu, esuknya dia juga menjadi khotib pada
komunitas yang hari raya di hari berikutnya. Ketika penulis bertanya padanya, “
Kenapa Antum khotib dua kali, apa Antum tidak punya pendirian?” Dengan enteng
dan tanpa beban dia menjawab, ما كان أكثر فعلا كان أكثر فضلا “ Sesuatu yang
dikerjakan lebih banyak akan mendapat keutamaan yang lebih banyak pula.”
Kasus berbeda terjadi saat mengikuti pengajian
yang penceramahnya mengklaim dari kelompok Salafi (salafu as shalih/salafu al
ummah). Ketika sesi tanya jawab, ada jamaah yang bertanya, “Sebentar lagi kita akan
melaksanakan Idul Adha, dan kita tahu bahwa penetapan Idul Adha antara pemerintah
Indonesia dan Saudi berbeda, mana ustaz yang harus kita ikuti?” Penanya
melanjutkan uraiannya, “Ustaz bilang bahwa kita harus taat pada ulil amri kita, di sisi lain ustaz katakan yang
berwenang menentukan tanggal 9 Zulhijah Kerajaan Saudi, ini bagaimana?”
Jawaban ustaz ternyata lucu atau aneh karena tidak langsung ke pokok persoalan, berputar-putar. Dia bilang, “Kondisi kita, umat Islam berada di masa fitnah. Seharusnya umat Islam itu ada pada satu pemerintahan, khilafah internasional sehingga tidak terjadi perbedaan seperti sekarang ini. Manakala terwujud Khilafah Internasional maka nanti ada provinsi Indonesia, Malaysia, Mesir, Sudan, Maroko dll. Dia melanjutkan, “Jika kita ikut Saudi itu bukan ulil amri minkum, tapi ulil amri minhum.”
3.
Solusi Jangka Pendek dan Panjang
Paling urgen dan mendesak dalam jangka pendek adalah mendekatkan
kriteria Muhammadiyah dan Kemenag RI yang sekarang menggunakan kriteria MABIMS
atau dengan NU yang bermadzhab imkanur rukyah 2 derajat. Pemerintah dalam hal
ini Kemenag RI yang menterinya dari NU,
bahkan tokoh muda NU, maka dapat
dipastikan NU struktural akan mendukung keputusan Menteri Agama.
Semua pihak, terutama pemerintah
harus berupaya agar terwujud kesatuan penetapan kalender hijriyah, wabil khusus
yang terkait dengan penetapan hari besar Islam. Pemerintah harus berperan aktif
secara serius dan jujur berdialog dengan ormas besar, NU dan Muhammadiyah guna
menghadirkan satu kriteria dalam menentukan
awal bulan kalender Kamariah/Hijriah.
Ketika Kemenag menggunakan kriteria imkanur rukyah 2 derajat yang
sama dengan NU dan Muhammadiyah wujudul
hilal, kemungkinan sama akan lebih besar, apalagi jika Indonesia terbelah oleh
garis bulan dan Muhammadiyah mengubah pendirian filosofi lokomotif kereta api ke filosofi gerbong terakhir, titik temu lebih
dimungkinkan.
Filosofi lokomotif dikandung
maksud, jika di wilayah Indonesia sebagian hilal sudah wujud dan di wilayah
lain belum wujud, maka wilayah yang belum wujud mengikuti yang sudah wujud.
Dimisalkan kereta api ketika lokomotifnya sudah masuk stasiun, semua kereta
dianggap sudah berada di stasiun, meskipun gerbang terakhir berada di luar
stasiun. Apalagi jika mengikuti saran Bapak Yusuf Kala dengan rumus naik turu,
NU turun 1 derajat dan Muhammadiyah naik 1 derajat, beres donk!
Kalender hijriah disamping berfungsi sosial, fungsi utamanya adalah
untuk kepentingan ibadah, salah satunya pelaksanaan ibadah haji. Apabila
penyebutan haji di sini dihubungkan dengan sabda Nabi saw bahwa esensi haji itu
adalah ibadah wukuf di Arafah (الحج عرفة ),
maka otoritas menentukan wukuf adalah Mamlakah Su’udiyah Al Arabiyah.
Dengan
demikian, solusi jangka panjang mengakhiri penentuan awal bulan adalah melanjutkan gagasan untuk melahirkan Kalender
Islam Global dengan prinsip “ Satu hari satu tanggal di seluruh dunia” . Gagasan
Kalender Islam Global harus terus diperjuangkan dengan serius dengan melibatkan pemerintah di negara-negara Muslim
dan masyarakat sipil.
Gagasan Kalender
Islam Gobal setidaknya telah dilontarkan oleh Aḥmad
Muḥammad Syākir pada tahun 1939, dilanjut Seminar Internasional Penyatuan
Kalender Hijriah pada 28-30 Mei 2016 M. di Turki dan semakin hari gagasannya semakin
konkrit. Meskipun sulit
diwujudkan kalau tidak boleh dibilang
utopia, jika diperjuangkan dan digaungkan terus-menerus suatu saat akan menjadi
kenyataan.
Bulan sabit atau fase-fase
bulan dalam Al Baqarah 189 di atas dapat
dipahami sebagai isyarat pembuatan kelender global karena menyangkut aktivitas sosial
manusia dan pelaksanaan ibadah haji yang diikuti umat Islam dari berbagai
penjuru dunai.
Semoga kalender
Islam Global yang didengungkan oleh para ahli hisab dari berbagai belahan dunia
dan digaungkan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam pengajian menjelang Muktamar
segera terwujud, tanpa memimpikan sebuah pemerintahan Islam internasional.
Sikap yang bijak antara umat Islam yang berbeda pendapat adalah
saling menghargai, tidak saling menjelekkan, apalagi menegasikan satu dengan
lainnya, karena semua kriteria yang dibangun oleh kelompok-kelompok tadi adalah
persoalan dalam ranah ijtihadiah. Tidak ada yang pasti benar dan pasti salah.
Kesimpulan, Idul Adha
2022 tanggal berapa? Jawabannya adalah hari Sabtu, tanggal 9 Juli 2022
jika ikut Muhammadiyah dan Pemerintah Saudi dan Ahad, tanggal 10 Juli 2022
jika ikut Pemerintah RI.
Makasih
BalasHapusSiip