TENAGA HONORER BERPOTENSI KEHILANGAN PEKERJAAN
Pemahaman umum di lingkungan lembaga/kementerian,
termasuk peradilan bahwa yang dimaksud tenaga honorer adalah pegawai yang
bekerja di sebuah satker yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Setelah lahir
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ada nomenklatur baru, yakni
Aparatur Sipil Negara disngkat ASN. Kemudian dari undang-undang ini muncul
istilah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja disingkat PPPK.
Belakangan muncul pula nomenklatur Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang selanjutnya disingkat
PPNPN. Secara formal nomenklatur PPNPN dimuat pada Peraturan Dirjen Badan
Peradilan Agama (Badilag) Nomor: Per-1/DJA/2020 tentang Manajemen Kinerja
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri di Lingkungan Direktorat Badan Peradilan
Agama, kemudian disusul Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor : 811 /Sek/Sk/Viii/2021, tanggal 19 Agustus 2021 tentang Pedoman
Pengelolaan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri pada Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan yang Berada di Bawahnya.
Ada perbedaan mendasar antara
peraturan Dirjen dan keputusan Sekma tersebut di atas. Peraturan Dirjen yang
hanya berlaku di lingkungan Ditbadilag memasukan semua tenaga honor sebagai
PPNPN, sementara keputusan Sekma PPNPN hanya terbatas pramubakti, satpam dan
sopir yang bukan melaksanakan tugas administrasi.
Terlepas perbedaan cakupan antara
kedua peraturan tersebut, kini telah terbit Surat Edaran Menpan RB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022, tanggal
31 Mei 2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Edaran ini sebagai warning kepada PPK (Pejabat
Pembina Kepegawaian) di lembaga/kementerian bahwa tenaga honorer atau PPNPN akan diakhiri keberadaannya
atau jatuh tempo masa berlakunya terhitung mulai tanggal 28 November 2023.
Surat edaran tersebut merujuk pada
Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, yang diundangkan
pada 28 November 2018, maka dengan demikian pemberlakuan 5 tahun sebagaimana
tersebut dalam Pasal 99 ayat 1 jatuh pada 28 November 2023 yang mewajibkan
status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari hanya 2 jenis
kepegawaian yaitu PNS dan PPPK.
Undang-undang induk kepegawaian yang
dijabarkan oleh PP dan turunannya, yakni Undang_Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (Aparatur
Sipil Negara) menggariskan bahwa ASN hanya terdiri dari dua macam, PNS (Pegawai Negei Sipil dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja), di luar dua nomenklatur tersebut tidak dikenal, termasuk yang disebut
dengan tenaga honorer/PPNPN. Oleh karenanya jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK harus
ditiadakan.
Pejabat pembina kepegawaian diminta
melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing dan
bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan kesempatan mengikuti seleksi
calon PNS maupun PPPK.
Dalam hal instansi pemerintah
membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan
pengamanan dapat dilakukan melalui Tenaga Ahli Daya (Outsourcing) oleh pihak
ketiga dan status Tenaga Ahli Daya (Outsourcing) tersebut bukan merupakan tenaga
honorer /PPNPN pada instansi yang bersangkutan.
Pejabat pembina kepegawaian juga
diminta untuk menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang
tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi calon PNS maupun PPPK sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum batas waktu 28 November 2023.
Bagi pejabat pembina kepegawaian
yang tidak mengindahkan amanat sebagaimana tersebut di atas dan tetap
mengangkat pegawai non-ASN akan diberi sanksi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dapat menjadi bagian dari objek temuan bagi pengawas
internal maupun eksternal pemerintah.
Peraturan
Dirjen Badan Peradilan Agama (Badilag) Nomor: Per-1/DJA/2020 tentang Manajemen
Kinerja Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Di Lingkungan Direktorat Badan
Peradilan Agama
dan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 811
/Sek/Sk/Viii/2021, tanggal 19 Agustus 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang
Berada di Bawahnya sekait dengan keluarnya edaran Menpan RB a quo akan
mengalami perubahan.
Telah dimaklumi bahwa sebagian besar tenaga honorer/PPNPN di lembaga
peradilan melaksanakan tugas administrasi, selebihnya atau sebagian kecil bekerja
sebagai pramubakti, satpam dan pengemudi. Atau antara tugas administrasi dan
pramubakti dirangkap, yang berdiri sendiri biasanya satpam, sopir terkadang juga
merangkap tugas adminstrasi. Bila Undang_Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan turunannya
diberlakukan dengan konsisten, maka keberadaan mereka di lembaga peradilan akan terancam terPHK.
Satu-satunya harapan bagi tenaga honorer atau PPNPN yang tidak
memenuhi syarat umur untuk ikut tes CPNS akan tersalurkan menjadi PPPK,
meskipun PPPK itu untuk jabatan funsional. Namun jabatan fungsional ketrampilan
di peradilan cukup banyak, mulai arsiparis, pustakawan, pranata computer, analis
perkara, pranata peradilan dll.
Semua pihak berharap agar para honorer atau PPNPN semua terserap
menjadi PNS atau PPPK, sebab jika tidak harus berhadapan dengan pihak ketiga
menjadi tenaga kontrak (outsourcing),
dimana pihak ketiga tentu memiliki aturan dan otoritas yang tidak bisa
diintervensi oleh peradilan.
Posting Komentar untuk "TENAGA HONORER BERPOTENSI KEHILANGAN PEKERJAAN"