KEJAHATAN TERORGANISIR
azahri.com ~ Setiap
muslim tanpa uzur syar’i berkewajiban dakwah amar makruf dan nahi mungkar, baik
secara individu maupun berkelompok. Amar makruf, yakni mengajak, memerintah atau
memberi contoh berbuat kebajikan, sementara nahi mungkar maksudnya melarang
atau mencegah kemungkaran/kejahatan.
Amar
makruf resikonya lebih kecil karena tidak secara langsung mengganggu
kepentingan seseorang atau kelompok orang. Adapun nahi mungkar memeliki resiko yang
lebih besar karena secara langsung mengganggu atau merugikan kepentingan langsung
seseorang atau kelompok orang.
Dakwah
nahi mungkar akan lebih efektif dan memiliki jangkauan luas bila
dilaksanakan secara berjamaah, terlebih dengan organisasi yang rapi dan
mendapat dukungan dari penguasa atau penguasa itu sendiri yang melakukan.
Tokoh
Reformasi, Amien Rais, (dalam video Amin Rais official) mengatakan, ” Dalam sejarah manusia menunjukkan
bahwa hanya negara yang mampu melakukan kezaliman secara kolosal. Sebaliknya,
negara pula yang dapat menegakkan keadilan secara merata. Sebab, negara
memiliki sarana dan kekuasaan yang paling besar untuk melakukan kedua hal
tersebut.”
Hal mana sejalan dengan ungkapan yang konon dari sahabat Ali bin Abi Thalib yang berbunyi: الØÙ‚ّ بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام (kebenaran yang tidak
diorganisasi akan kalah dengan kebatilan yang diorganisasi). Mengambil
pemahaman a contrario dari pernyataan tersebut, maka dapat dinyatakan
bahwa kebaikan yang terorganisir dengan rapi akan mengalahkan kejahatan yang
terorganisasi.
Kejahatan dilihat dari sudut pandang
pendekatan legal diartikan sebagai
suatu perbuatan yang melanggar hukum pidana atau undang-undang yang
berlaku di suatu negara.
Sementara
rumusan kejahatan terorganisasi (organized crime) adalah kejahatan yang pelakunya merupakan
komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Misalnya
korupsi berjamaah, penyediaan jasa pelacuran, perjudian gelap, pembunuhan berencana, makar dsb.
Kejahatan
terorganisasi yang melibatkan hubungan antarnegara disebut kejahatan
terorganisasi transnasional. Contoh penjualan bayi ke luar negeri, jaringan
narkoba internasional.
Kejahatan
kerah putih (white collar crime) merupakan tipe kejahatan yang mengacu pada
kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang yang berstatus tinggi
dalam rangka pekerjaannya. Contoh, penghindaran pajak, penggelapan uang
perusahaan oleh pemilik perusahaan, atau pejabat negara yang melakukan korupsi.
Para
pelaku organized crime tentunya adalah orang-orang yang mempunyai
keahlian dibidangnya yang mampu mengorganisisr peran, motif dan tugas serta
fungsinya masing-masing baik sebelum kejahatan dilakukan hingga melakukan
aktivitas penghilangan jejak setelah kejahatan dilakukan.
Demikian
kompleksnya dimensi kejahatan berjenis organized crime
menjadikan kejahatan ini menjadi kejahatan yang paling rumit diantara jenis
kejahatan yang lain dan telah menimbulkan masalah dan ancaman yang serius
terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan lembaga
serta nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan
berkelanjutan dan supremasi hukum.
Menurut Andi Hamzah (1991: 47), kejahatan terorganisasi atau kejahatan
canggih itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan secara transnasional.
artinya melampaui batas-batas suatu
negara.
2. Alat yang dipakai ialah alat canggih seperti
peralatan elektronik, komputer,
telepon dan lain-lain.
3. Cara, metoda dan akal yang dipakai
sangat canggih.
4. Kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai
jumlah yang sangat besar.
5. Seringkali belum tersedia hukum positifnya.
6. Memerlukan keahlian khusus bagi
penegak hukum untuk menanganinya.
7. Diperlukan biaya besar dalam usaha
memberantas dan menuntutnya.
8. Disamping penyidikan dan penuntutan
diperlukan pula intelijen hukum (law
inteligence) untuk melacaknya.
Batasan
yang dikemukakan Andi Hamzah itu
barangkali belum memprediksi, bagaimana jika kejahatan itu dilakukan oleh
institusi yang seharusnya berperan sentral sebagai pemberantas kejahatan atau
penegak hukum. Seperti
kasus pembunuhan berencana Brigadir J. yang ternyata melibatkan jenderal polisi
yang memiliki jabatan strategis dalam menilai integritas/etika profesi anggota
polisi.
Secanggih apapun perbuatan jahat, suatu ketika
akan terungkap, apalagi jika kejahatan itu berhubungan dengan nyawa manusia.
Orang Jawa bilang “Becik ketitik olo
ketoro”, atau dalam bahasa agama, “Jika telah datang kebenaran maka kebatilan
akan sirna.”
Kita yakin jika Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serius
mengungkan kejahan kasus Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat
atau Brigadir J, pasti semua akan terungkap dengan terang-benerang.
Kita patut optimis dengan langkah-langkah
Kepolisian untuk mengungkap kasus Brigandir J sebagaimana yang disampikan
Kapolri saat rapat kerja Kapolri dengan
Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu (24/8/2022).
Kapolri mengatakan jumlah personel Polri yang telah diperiksa hingga kini
terkait kasus pembunuhan ajudan istri Irjen Ferdy Sambo, sudah mencapai 97
orang personel, 35 orang diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi. Diketahui,
saat ini Polri telah menetapkan 5 tersangka terkait pembunuhan berencana
Brigadir J. Kelima tersangka itu yakni Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi,
Bharada Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Walhasil, kita berharap semoga kejahatan
terorganosir yang melibatkan pejabat tinggi Polri dapat diusut tuntas sehingga
dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri sebagai
penegak hukum dan pengayom masyarakat.
Posting Komentar untuk "KEJAHATAN TERORGANISIR"