PRAGMATISME, MATERIALISME DAN HEDONISME
Penghalang menuju keluarga samawa (sakinah,
mawadah dan rahmah) yang berbasis pemikiran terstruktur sehingga
terimplementasi secara kontinu bahkan masif setidaknya
ada tiga hal yang paling menonjol dan terkait satu sama lain: pragmatisme,
materialisme dan hedonisme.
Pragmatisme adalah sebuah konsep atau
tindakan yang mementingkan sisi praktis untuk segera memperoleh hasil dan
cendrung mengabaikan proses. Berorentasi hasil akhir yang segera dinikmati dan
sering menafikan nilai agama, moral dan kesusilaan. Kita kenal istilah politik
praktis, yakni cara, seni dan taktik untuk meraih kekuasaan yang memberi nilai
guna pada kenikmatan duniawi. Slogan, “Kerja ringin penghasilan besar”. Istilah
Jawa “Bondho dengkul muleh mikul” (Modal lutut membawa hasil besar).
Materialisme berarti, pandangan yang lebih
mementingkan materi untuk mengantarkan hidup lebih bahagia, sehingga materi adalah satu-satunya
yang subtantif. Semua
hal diukur dengan kebendaan berupa uang
atau harta materi lainnya. Dalam pertemanan ukurannya materi, cari teman dan kawan yang berduit,
kalau teman lagi bokek ditinggalin. Pekerjaan dilakoni jika ada imbalan
materi yang menjanjikan tak ada lagi nilai pengabdian atau perjuangan. Orang
kaya dipandang terhornmat meskipun kekayaannya diperoleh dengan cara yang tidak
halal..
Hedonisme berasal dari kata “hedone”
yang berarti kepuasan. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary,
hedonisme diartikan sebagai “the belief that pleasure should be the main
aim in life.”Yaitu pandangan yang menjadikan kesenangan dan kenikmatan
materi sebagai tujuan utama dalam hidup”. Bahasa sederhananya, hidup untuk makan bukan
maka untuk hidup.
Materialisme dan hedonisme adalah
pola hidup yang cenderung mendominasi dalam kehidupan manusia modern yang
telah bersinergi dengan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui dunia
internet pola hidup ini telah
menyeruak ke seluruh pelosok dunia dan telah menjadi idola kaum muda. Bagi para penganut paham
ini, bersenang-senang, pesta fora adalah tujuan utama hidup, entah itu
menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Ada slogan “muda foya-foya, tua kaya
raya, mati masuk surga”.
Gaya hidup materialisme
dan hedonisme ini
dikemas dengan 3F (Food-Fun-Fashion). Food, berbagai makanan siap saji dan
warung makan menjamur dimana-mana. Dikemas
dengan nama wisata kuliner yang menyediakan berbagai macam ragam rasa
yang memanjakan lidah, meskipun terkadang mengabaikan aspek kesehatan dan
kehalalan. Fun, yaitu hiburan dan tontonan
yang melalaikan hati, tidak memberi nilai edukasi atau unsur tuntunan. Seperti sinetron yang
sekedar mengekplotasi kecantikan dan kemewahan hidup. Lawak yang cuma
bikin orang tertawa tanpa pesan kebajikan, dan musik yang mernuansa hura-hura tanpa
makna. Sedang fashion menuntun
pola pikir bahwa pakaian dan penampilan adalah aktualisasi diri dengan
mengikuti trend yang ada, tak peduli mengumbar aurat atau lainnya.
Ketiga
hal tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai
Islam yang luhur dan merusak akhlak seorang muslim dan umat
Islam. Karena paham
tersebut mengajarkan pada israf (berlebih-lebihan) dan tabzir (boros).
Dua perkara yang dibenci oleh Allah Swt.
كُلُواْ
مِن ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُواْ حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَ تُسْرِفُواْ
إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makanlah dari buahnya bila dia
berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya) dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS. Al-An’am [6]: 141).
Bahwa
pragmatisme, materialisme dan hedonisme termasuk fitnah akhir zaman yang
dahsyat, jika kita tidak memiliki keimanan dan ketakwaan yang kokoh akan mudah terbawa arus ke tiga
hal tersebut yang pada gilirannya dapat membuyarkan samawa yang kita usahakan
selama ini.
Benar sekali. Tetapi ketiga sifat hidup itu harus diimbangi dengan keimanan dan kesederhanaan serta kesabaran
BalasHapusOkay, terimaksih apresiasinya.
Hapus