APA BENAR NIAT BAIK BELUM DILAKUKAN DAPAT PAHALA?
Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang memberikan reward and punishment (ganjaran dan hukuman) tidak berimbang. Ganjaran atau hadiah diobral begitu murah sementara hukuman diberikan sangat terbatas dengan peluang untuk dihapus atau dibatalkan melalui permohonan ampun dan tobat. Hal demikian dapat kita tangkap dari hadis Nabi SAW sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا
يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ
الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ
فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ
بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ
إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ
بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ،
وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ».
رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ
Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari
Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian
menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak (jadi)
melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di
sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh
menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat
sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak
jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang
sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian
mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” [HR.
al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab Shahiih mereka]
Penjelasan singkatnya, kenapa belum melakukan kebaikan kok sudah dapat pahala dan niat jahat tidak terlaksanan dapat pahala? Manusia memiliki tiga unsur: jasmani, ruhani dan akal. Pusat komando ada pada ruhani/jiwa atau hati. Jiwa memberi perintah melalui amalan niat, yakni kehendak hati intuk melaksanakan sesuatu. Atas dasar perintah jiwa/hati akal memfasilitasi dengan memberi komonda kepada organ fisik untuk melakukan eksekusi. Misal, ketika kita telah berniat puasa Ramadan sejak bulan Sya’ban, akal/otak memberi intruksi kepada fisik mempersiapkan segala sesuatunya, berupa belanja sembako lebih banyak dari biasanya, membersihkan mukena, tempat ibdah dll. Begitu hari H puasa ternyata sakit atau datang bulan bagi wanita sehinngga puasa tidak dapat dijalankan. Maka wajar bila upaya tadi mendapat penghargaan/pahala. Tentu tidak termasuk niat baik dengan niat untuk tidak dilaksanakan. Hal demikian termasuk mempermainkan agama.
Sementara niat
buruk yang terbesit dalam hati, akal yang mengandung hormon baik tidak merespon
atau abai dengan niat hati. Jika dorongan berbuat jahat telalu besar karena
campur tangan setan, akal akan memberi sinyal dengan perasaan gemetar, keringat
dingin keluar, hati gundah dll. Maka ketika hati mengurungkan niatnya, maka
wajar orang tersebut dapat pahala atas upaya akal mencegah terjadinya
kejahatan.
Dalil bahwa jiwa itu
pusat komando baik dan buruk, karena jiwa punya potensi untuk itu, sebagaimana
firman Allah Swt. dalam surat As Syam ayat 7 sampai dengan 10:
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ ٧
demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya,
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ ٨
Dia mengilhamkan kepadanya
(jalan) kejahatan dan ketakwaannya,
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ
زَكّٰىهَاۖ ٩
sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)
وَقَدْ خَابَ مَنْ
دَسّٰىهَاۗ ١٠
dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.
Dipertegas oleh sabda Nabi Saw dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut:
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia
baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh
jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim
no. 1599).
Karena
pusat komando itu hati/jiwa bukan akal, maka Nabi Saw. sering berdo’a,
يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di
atas agama-Mu.”
Puasa
Ramadan merupakan media untuk menekan potensi fujur dan menghidupkan potensi
taqwa, maka kita wajib berupaya melaksanakan puasa Ramadan dengan sepenuh hati
dan senang hati sehingga taqwa bisa kita raih. Bunyi ayat puasa adalah لعلكم تتقون (semoga
kalian bertaqwa), pakai fiil mudhori’ diartikan taqwa mulai sekarang dan
seterusnya. Allah tidak menyatakan كنتم تتقون
(pasti kalian bertaqwa). Wallahu a’lam bi shawab.
Posting Komentar untuk "APA BENAR NIAT BAIK BELUM DILAKUKAN DAPAT PAHALA?"