Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

NASAB DALAM PERSPEKTIF ISLAM BUKAN SESUATU YANG UTAMA


            Nasab dalam perspektif Islam bukan sesuatu yang penting, namun hanya sebagai pe    ndukung derajat seseorang di hadapan sesama manusia maupun di hadapan Allah SWT. Hal utama bagi seorang muslim adalah ilmu, iman dan amal shaleh atau ketakwaannya. Aplikasi takwa dalam pergaulan sesama manusia adalah   akhlakul karimah, dan akhlak mulia itulah yang menjadi misi Rasulullah SAW:

لماأخرجه البيهقي وغيره عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلمإنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق

Dari Abi Hurairah, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda: Hanya sanya aku diutus untuk memperbaiki akhlak.(HR. Baihaki)

Al Qur’an dengan tegas telah menyatakan bahwa kemuliaan manusia bukan diukur dari jenis kelamin,  suku,  bangsa atau nasab, tapi ditentukan ketakwaannya. Firman Allah SWT dalam surat Al Hujurat ayat 3  sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat tersebut di atas dipertegas dengan hadis Rasulullah SWT yang beliau sampaikan saat haji wada, sebagai berikut:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى

“Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek moyangmu juga satu. Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah (puith) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), kecuali dengan taqwanya”. (HR. Ahmad, 22978).

              Sekali lagi, bukan nasab yang utama, tapi pada ayat lain disebut iman dan ilmu. Dengan ilmu orang menjadi tahu, mana yang utama dan harus diprioritaskan dalam pilihan dan mana yang sekedar tambahan atau penyempurna, maka orang berilmu diangkat derajatnya oleh Allah SWT:

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ۝١١

…Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.                            ( AlMujadilah:11)

            Meskipun nasab seorang nabi jika tidak beriman kepada Allah SWT dan beramal shaleh tidak ada manfaatnya, seperti putra Nabi Nuh AS. bernama Kan’an yang ditelan banjir dan mati kafir. Sebaliknya putra Abu Jahal yang bernama Ikrimah karena beliu seorang sahabat Rasulullah juga menjadi mulia di sisi manusia dan Allah SWT. Al Qur’an mengkonfirmasi dalam surat ayat 21

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌالطور: 21]

Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.

              Kalau moyangnya orang baik, kemudian anak – cucunya juga orang baik (sama-sama seiman), maka meskipun ada kekurangan dari anak cucunya akan disejajarkan dengan nenek moyangnya. Maka Nabi Muhammad SAW. memerintahkan semua orang mengenal nasabnya dan menjalin hubungan silaturahim satu dengan lainnya.

J: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  اعْرِفُوا أَنْسَابَكُمْ تَصِلُوا أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّهُ لَا قُرْبَ لِرَحِمٍ إِذَا قُطِعَتْ وَإِنْ كَانَتْ قَرِيبَةً وَلَا بُعْدَ لَهَا إِذَا وُصِلَتْ وَإِنْ كَانَتْ بَعِيدَةً ، هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ وَلَمْ يُخَرِّجَاه

Ketahui garis keturunan Anda, dan Anda akan mempertahankan hubungan kekerabatan. Tidak ada kedekatan di dalam rahim jika terputus meskipun dekat, dan tidak ada jarak di dalamnya jika terhubung meskipun jauh.

          Dalam hubungan sosial antar sesama manusia tentu hubungan nasab sangat penting karena menyangkut hukum perkawinan dan kewarisan. Nasab dalam hukum perkawinan untuk mengetahu mahram dan wali, siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi dan siapa yang berhak menjadi wali terhadap seorang wanita yang hendak menikah. Nasab dalam hukum waris untuk menentukan siapa pewaris dan penerima warisan, siapa dzawil furud dn ashabah serta dzawil arham.

              Surga negara tidak tergantung pada nasab, namun pada ketakwaan seseorang, sehingga perbincangn nasab Ba’alawi sudah melampui batas atau ghulu karena sampai pada saling menjelekkan dan caci maki. Tidak ada keuntungan bagi umat Islam pada umumnya, hanya keuntungan bagi orang yang menghembuskan soal ini dan memusuhi Ba’lawi atau Alawiyin dan orang-orang yang menanggapi dengan emosi. Masyarakat terbelah, khususnya kaum nahdhiyin dan mereka yang mengagungkan nasab secara tidak proporsional.

              Orang Muhammadiyah dan yang mengaku kaum Salaf tidak ada yang meributkan soal nasab karena itu bukan sesuatu yang penting, masih banyak hal lain yang lebih penting dari soal nasab. Nabi bersabda:

وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺمِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ، وقَالَ: حَسَنٌ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya . ” Diriwayatkan oleh Al-Tirmidziز

            Jika seorang tokoh atau ulama membicarakan  sesuatu yang tidak penting secara berlebihan seperti nasab Ba’lawi, apakah mereka dzuriyah Rasulullah atau bukan  dengan penuh emosi, sesungguhnya telah menurunkan kualitas intelektual atau kelumaanya, apakah mereka pihak yang mendukung Ba’lawi sebagai keturunan Rasulullah Saw atau kontra dan menasifikan mereka dengan argumen yang nampak ilmiyah.  Apalagi jika motifnya hanya mencari keuntungan duniawi, ketenaran, penghormatan oleh manusia dan sanjungan dsb, malah menurunkan derajat dan martabat mereka di hapa

Posting Komentar untuk "NASAB DALAM PERSPEKTIF ISLAM BUKAN SESUATU YANG UTAMA"